Pengertian iman dalam ajaran Islam merupakan tanda kepercayaan penganutnya dalam aspek metafisikal dalam Islam. Definisi sederhana dari iman adalah kepercayaan pada enam rukun iman. Jika seorang Muslim tidak percaya kepada 6 Rukun Iman yang merupakan pilar agama ini maka mereka bukanlah Muslim sejati.
Istilah iman diambil dari Quran serta wahyu dari Jibril. Berdasarkan Quran, iman harus diimbangi dengan perbuatan baik, dan keduanya adalah hal terpenting untuk menuju Surga. Dalam wahyu Jibril, iman, Islam dan Ihsan merupakan tiga dimensi dalam agama Islam.
Keenam Rukun Iman yang harus dipercayai oleh umat Muslim tersebut adalah:
Iman kepada Allah
Iman kepada Malaikat
Iman kepada Nabi
Iman kepada Kitab Suci
Iman kepada Hari Akhir
Takdir
Dari keenam rukun iman tersebut, kelima rukun pertama disebutkan secara bersamaan dalam Qur’an dan Nabi Muhammad, sementara bersamaan dengan iman-iman tersebut – terbentuk takdir baik dan buruk yang dibuat oleh Allah – sehingga keenam rukun iman tersebut menjadi saling melengkapi satu sama lain seperti yang telah dikatakan oleh Jibril:
“Iman adalah kepercayaanmu terhadap Allah dan Malaikatnya dan Kitab Sucinya dan Utusannya dan Hari Akhirnya dan takdir baik dan buruk (yang ditetapkan oleh Allah).”
Penjelasan lainnya yang didapat mengenai hal ini adalah:
Ibn Abbas menyebutkan bahwa Malaikat Jibril pernah bertanya kepada Nabi Muhammad: “Katakan padaku apa itu iman?” lalu Nabi menjawab: “Iman adalah percaya pada Allah, Hari Akhir, Malaikat-Nya, Kitabnya dan Utusannya dan percaya pada kehidupan setelah mati; dan percaya pada Surga dan Neraka, dan perhitungan amal baik selama hidupl dan percaya pada keputusan Ilahi, yang baik maupun yang buruk (semuanya). Lalu Jibril bertanya: “Jika aku melakukan semua itu apakah berarti aku beriman?” lalu Nabi menjawab: “Saat kamu melakukan semua hal tersebut, kamu akan memiliki Iman.”
Dapat dikatakan juga bahwa inti sari dari Iman terdiri dari 3 hal pertama (Percaya pada Allah, Nabi, dan Hari Akhir).
Dalam Islam, penting untuk mewujudkan harmoni dan kerukunan antara iman dan perbuatan baik. Farahi pernah menjelaskan aspek ini dalam tafsirnya berikut ini:
Perbuatan baik disebutkan dalam Qur’an setelah iman sebagai sebuah penjelasan... Mengenai iman, perlunya penjelasan mengenai hal ini jelas: letak iman adalah di dalam hati dan pikiran. Karenanya, setiap manusia dapat mengelabui orang lain hingga pada suatu waktu dia dapat mengelabui dirinya sendiri. Dia menganggap dirinya mu’min (orang yang percaya) padahal sebenarnya tidak. Karena itulah, dua bukti diperlukan untuk mendapatkan label mu’min: bukti dalam perkataannya dan dalam perbuatannya.
Karena kata-kata saja dapat merupakan kebohongan, maka orang yang menyatakan dirinya beriman hanya melalui kata-kata bukanlah seorang mu’min dan dia harus membuktikan dengan perbuatan baik untuk membuktikan keimanannya. Karena itulah Qur’an menyatakan: Wahai kamu yang beriman hanya melalui lidahmu! Berimanlah melalui perbuatanmu.