Cerpen Anak ini di persembahkan untuk anak Indonesia sebagai hiburan dan nasihat, juga cerita inspirasi agar kita selalu sayang kepada orang tua kita, dan mensyukuri apa yang kita punya. Selamat membaca!
Pagi-pagi ayam berkokok, udara masih terasa dingin. Kabut masih menyelimuti Desa Ambarsari. Di pojok desa itu berdirilah sebuah rumah kecil yang berdinding kayu, dan atapnya sudah banyak berlupang. Disana tinggal seorang ibu bernama Aminah dan anaknya yang baru berumur 9 tahun bernama Ikhsan. Sehari-hari ibu Aminah mencari rumput untuk dijual ke tetangganya yang mempunyai sapi, disamping itu ia juga mengumpulkan ranting-ranting kayu untuk memasak. Sedangkan Ikhsan selalu berjuang untuk mempertahankan sekolahnya yang sering bermasalah dengan keuangan.
Sebelum berangkat sekolah, Ikhsan membersihkan rumah, dan menyirami tanaman sayur mayor yang ada di halaman blakang. Dari hasil kebunnya itu Ikhsan dan ibu Aminah bisa makan, walau kadang mereka makan tanpa nasi, tapi beberapa singkong hasil panen kebunnya bisa menggantikan nasi.
Kehidupan sederhana itu tidak pernah menyusutkan semangat belajar Ikhsan, sepulang sekolah ia mempelajari ulang pelajaran yang baru diberikan di sekolah tadi. Sore hari menjelang Ashar Iksan mengikuti belajar mengaji di masjid didesanya. Ikhsan sangat pandai mengaji, suara Adzannya sangat merdu, sudah sejak umur 6 tahun Ikhsan selalu mengikuti lomba Adzan dan tilawah setiap tahun. Dan saat Ikhsan mendapat Juara ia tidak menyombongkan diri, memamerkan pialanya kepada teman-temannya, dan pernah juga ia sama sekali tidak mendapat juara, tapi ia tak pernah patah semangat, ia selalu mencoba, belajar, dan selalu semangat lagi.
Suatu ketika ada teman Ikhsan yang ulang tahun, dan teman-teman sekelasnya di undang ke ulang tahunya termasuk Ikhsan. Tadinya Ikhsan tidak mau datang karena tidak punya kado untuk diberikan kepada teman yang ulang tahun. Ibu Aminah sangat mengerti anaknya, ia tahu sebenarnya Iksan sangat ingin sekali datang ke pesta ulang tahun itu. diam-diam Ibu aminah mencari benang dan kancing baju. Benang sudah ditangan ibu Aminah, tapi kancing bajunya tidak ada.
Teringat ibu Aminah dengan baju-baju Ikhsan waktu bayi, disana banyak kancing bajunya. Ibu Amonah pun mencopoti kancing baju yang ada di baju bayi Ikhsan. Lalu mulailah ia melilit benang menjadi sebuah gelang, dan menambakan beberapa kancing baju ke lilitan benag itu. tak lama kemudian Ibu Aminah menemui Ikhsan dengan membawa 2 buah gelang buatan Ibu Aminah.
“Sayang, kamu tidak mau pergi ke pesta ulang tahun temanmu?” Tanya Ibu Aminah,
“Tidak Ibu, Ikhsan tidak punya kado, Ikhsan malu kalau Ikhsan tidak bawa kado kesana.” Jawab Iksan.
“kenapa kamu tidak bilang sama Ibu, kan ibu bisa kasih uang untuk membeli kado?”
“Tidak usah bu, uang itu lebih baik ditabung untuk uang belanja ibu atau untuk biaya sekolah Iksan.”
“Disana pasti ada nasi kuning favorite Ikhsan, dapat minuman yang segar, terus balonnya pasti banyak. Dan pasti dapat Kue ulang tahun yang hmmm….enak lho.” Ibu Aminah membayangkan kue tart untuk menggoda Ikhsan.
“Tapi Ikhsan tidak punya kado bu.”
“Ini.” Ibu Aminah memberi 2 gelang tadi kepada Ikhsan,”kado sederhana ini akan menjadi kenangan tersendiri baginya, katakana ini adalah gelang persahabtan kalian, tidak usah dibungkus, kasih saja, ibu yang membuat tadi.”
Ikhsan sangat gembira sekali, ia sangat bangga mempunyai Ibu seperti Ibunya, tanpa menunda-nunda Ikhsan langsung berangkat ke rumah temannya itu. disana sudah banyak sekali teman-teman Ikhsan yang datang. Pakaian-pakaian mereka sangat bagus dan mewah, sedangkan Ikhsan hanya memakain celana panjang dan kemeja batik seragam sekolahnya yang agak lusuh. Tapi Ikhsan tidak malu, karena teman-temannya pun tak mengejaknya juga. Ia menemui Sarah, teman Ikhsan yang ulang tahun. Ia mengingat kata-kata ibunya, ia pun member gelang itu dan mengatakan hal yang sama seperti pesan ibunya. Sarah tersenyum, ia sangat senng mendapat 2 gelang special dari Ikhsan.
Acara sudah dimulai, mereka bersorak-sorak menyanyikan lagu selamat ulang tahun, setelah itu Sarah meniup lilin yang menancap di atas kue tartnya. Ikhsan menelan ludah dalam-dalam saat melihat kue besar yang dihiasi dengan cokelat-cokelat itu. setelah itu acara makan-makan nasi kuning dibagikan kepada para tamu, Iksan juga turut kebagian nasi kuningan, betapa bahagianya Ikhsan bisa makan makanan favoritenya yang sangat lezat. Iksan makan bersama sarah didekat kolam renang, mereka berbincang dengan asyiknya. Ditengah perbincangan Ikhsan dan Sarah, tiba-tiba Ikhsan teringat Ibunya dirumah. “andaikan Ibu ada disini pasti ia ikut makan enak disini” gumamnya di hati.
Acara yang terakhir yaitu potong kue, setiap anak mendapat sepotong kue dari Sarah. Hampir semua teman-teman ikhsan memakan habis potongan kue yang mereka dapat, tapi malah ada yang hanya dimakan sedikit lalu dibuang. Ikhsan hanya melihat kenikmatan teman-temanya memakan kue, sedangkan kuenya masih ditangannya. Acara pun selesai, semua tamu di perbolehkan pulang. Ikhsan mempercepat langkahnya, ia tidak sabar sampai dirumah.
Sesampainya dirumah, ternyata ibunya belum pulang dari mencari rumput. Dengan sabar Ikhsan menunggu Ibunya di depan rumah hingga senja. Tak lama kemudian ibunya datang dengan sekarung rumput dan seikat ranting di punggungnya. Ibu Aminah tersenyum melihat anaknya tersenyum menantinya. Ibu aminah menurunkan barangnya dan duduk disamping Ikhsan.
“Gimana tadi? Enak kan kuenya?” Ibu Aminah memegang pundak Ikhsan.
“Nasi kuningnya sangat lezat sekali bu.”
“Lalu kuenya juga lezatkan?”
“Entahlah, karena pasti ibu yang tau rasa kue itu. ini ibu Ikhsan bawakan sepotong kue untuk Ibu.”
Iksan memberikan sepotong kue yang di bawanya dari rumah sarah kepada ibunya. Sungguh ibunya sangat bangga Ibu Aminah tidak bisa menahan air matanya.
“Tidak sayang, ini untuk Ikhsan, Ikhsan kan belum pernah makan kue selezat ini, sedangkan ibu…”sejenak terdiam “Ibu sudah pernah makan keu jenis ini.” Ibu Aminah menyodorkan kuenya. Ikhsan menolak lalu ia berlari kedalam. Dan tak lama kemudian ia kembali keluar dengan membawa secangkir the manis. Rasa haru Ibu Aminah pun bertambah.
“sudah bu, makanlah. Suatu saat Ikhsan akan membuatkan kue yang lebih besar dan lebih enak dari ini untuk ibu. “
“Tapi Ikhsan kan belum makan? Sedangkan Ibu tadi sudah makan singkong dirumah.” Sanggah ibu aminah.
“Ikhsan sudah makan nasi kuning di rumah Sarah, nasi kuning itu tidak kalah lezatnya dari kue ini. Ikhsan mau ibu juga merasakan kelezatan yang Ikhsan rasakan.”
Dengan derai air mata, ibu Aminah Akhirnya memakan sepotong kue tadi dan mencium kening Ikhsan. Sungguh Indahnya kasih sayang seorang ibu dan anak, dan sebaliknya juga kita sebagai anak harus menyayangi ibu kita sepenuh hati, karena ia kita ada dan tumbuh besar hingga sekarang.