Apakah tujuan hukum? Apakah untuk melaksanakan standar obyektif dari benar dan salah, atau untuk memfasilitasi permintaan sosial? Terkadang kedua hal ini terlihat sama, tapi ada keadaan yang membuat keduanya memiliki tujuan yang berbeda, dan jika hal tersebut terjadi, manakah tujuan hukum yang sebenarnya? Apakah hukum harus mencerminkan kebenaran, atau haruskah hukum menjalankan peraturan yang memfasilitasi permintaan? Ada beberapa contoh untuk menjelaskan pertanyaan tersebut.
Dengan asumsi perdebatan bahwa semua pembunuhan itu tidak bermoral dan perbuatan jahat. Jika begitu adanya maka aborsi adalah perbuatan tidak bermoral dan jahat. Tapi katakanlah ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa undang-undang anti aborsi tidak mengurangi angka aborsi. Bahkan aborsi yang dilakukan secara ilegal berakibat membahayakan para calon ibu. Oleh karena itu, apabila pertimbangannya adalah moral dan undang-undang aborsi tidak disahkan, hasil yang didapatkan justru akan semakin buruk.
Contoh lainnya hukuman mati. Apabila seseorang membunuh dan ditangkap lalu diberikan hukuman mati, maka hal tersebut juga disebut melanggar moral. Namun penelitian menunjukkan bahwa tingkat kasus pembunuhan berkurang apabila hukuman mati dijatuhkan kepada para pembunuh. Oleh karena itu, untuk melakukan hal bermoral dan menghapus hukuman mati, maka masyarakat akan mengalami efek yang lebih buruk lagi.
Dari kedua contoh tersebut, melaksanakan hal yang “baik” akan mengurangi permintaan sosial. Jadi apakah sebenarnya tujuan dari hukum? Apakah hukum digunakan untuk menentukan yang baik dan yang buruk, atau untuk memfasilitasi permintaan sosial?
Selain itu, dasar dari penentuan baik dan buruk; salah dan benar? Apakah dasar-dasar penilaian tersebut memang ada atau hal tersebut berbeda-beda tergantung dari masing-masing individu yang menggunakannya?
Proses penerapannya sejauh ini, hukum dibuat untuk memenuhi permintaan masyarakat sosial. “Baik” dan “buruk” merupakan gambaran ideal dari masyarakat dan saat solusi terbaik bisa ditemukan dari gambaran tersebut, secara tidak langsung akan ada dampak negatif yang ditimbulkannya.
Hukum juga dikenal sebagai fasilitator permintaan sosial. Oleh karena itu baik dan buruk dalam pengertian yang permanen tidak akan bisa ditemukan. Pengertian dari kedua hal tersebut akan menjadi dua pengertian yang berbeda untuk tiap-tiap orang. Bagaimanapun, untuk contoh-contoh seperti yang digambarkan di atas, hukum tetap harus mengatur undang-undangnya agar masyarakat mendapat rasa aman dan kepuasan dari penilaian hukum yang dianggap adil dan tidak memihak.
Dalam teorinya, dasar-dasar pengertian dari hal baik dan buruk tidak dapat ditemukan, tapi dalam penerapannya, hal tersebut dapat dilihat dengan cukup jelas. Hukum menjadi salah satu contoh dasar yang dipercaya oleh masyarakatnya. Pertanyaan sesungguhnya adalah seberapa banyak moralitas digunakan dalam menentukan hukum? Nilai moralitas bisa didapat dari pandangan umum setiap orang dalam masyarakat. Meskipun berbeda-beda, tapi pasti ditemukan poin kesamaan di antara gambaran setiap orang dan hal tersebut bisa dijadikan dasar penentuan moralitas dalam hukum. Hal inilah yang harus dikaji lebih lanjut agar setiap hukum yang dibuat nantinya dapat tetap berjalan sesuai tujuannya dan dengan sesedikit mungkin efek negatifnya.
Title : Tujuan Hukum dan Dasar Pengertiannya
Description : Apakah tujuan hukum? Apakah untuk melaksanakan standar obyektif dari benar dan salah, atau untuk memfasilitasi permintaan sosial? Terkadan...