Asal usul Surabaya sudah muncul sejak awal perkembangan Kerajaan Majapahit. Nama Surabaya diambil dari simbol ikan Sura atau yang saat ini dikenal dengan nama ikan hiu dan buaya. Simbol tersebut sebenarnya menjelaskan tentang kejadian kepahlawanan yang terjadi di Ujung Galug (sebelum dinamakan Surabaya), yaitu sebuah peperangan antara pasukan Raden Wijaya dan pasukan Tar Tar pada tanggal 31 Mei 1293.

Tanggal tersebut kemudian menjadi tanggal hari jadi kota Surabaya.
Surabaya, Surabaja, atau Soerabaja, merupakan ibu kota propinsi Jawa Timur yang terletak di bantaran Sungai Kalimas di dekat Selat Madura. Surabaya adalah kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta, yang memiliki galangan kapal besar, perguruan tinggi kelautan, dan sejumlah sekolah-sekolah khusus kelautan. Kota ini juga berfungsi sebagai pusat industri, dengan pabrik pembuat rel kereta api, kendaraan bermotor, dan kilang minyak. Pabrik-pabrik juga tersebar di kota ini seperti pabrik tekstil, kaca, pupuk, sepatu, tembakau, mesin, besi baja, makanan olahan, dan semen.
Pada awalnya Surabaya adalah desa yang ada di bantaran sungai. Nama-nama desa yang masih bisa ditemukan sampai sekarang di antaranya adalah Kaliasin, Kaliwaron, Kalidami, Ketabangkali, Kalikepiting, Darmokali, dan lain-lain. Nama-nama desa inilah yang membuktikan bahwa Surabaya merupakan daerah yang dikelilingi oleh sungai atau kali. Hal ini juga dapat dibuktikan secara geografis, karena daerah Surabaya adalah daerah yang berada di dekat laut dan aliran sungai besar (Sungai Brantas, dan anak sungainya).
Lokasi Surabaya yang ada di daerah pesisir menjadi salah satu alasan mengapa banyak orang yang mengunjungi Surabaya dari segala penjuru daerah.
Surabaya menjadi tempat bertemunya orang-orang dari daratan Jawa dan orang-orang di luar daratan Jawa. Pada tahun 1612, Surabaya menjadi pelabuhan perdagangan. Fungsi Surabaya sebagai kota pelabuhan sangat penting sejak bertahun-tahun yang lalu. Saat itu, Kalimas adalah sungai yang dipenuhi kapal-kapal yang berlayar menuju ujung Surabaya.
Ada banyak pedagang Portugis yang membeli rempah-rempah dari pedagang-pedagang pribumi. Di bawah kekuasan Trunojoyo, Surabaya menjadi pelabuhan transit dan tempat berkumpulnya barang-barang dari daerah penghasil, seperti Delta Brantas. Sementara itu Kalimas menjadi “sungai emas” yang membawa barang-barang berharga dari pedalaman.
Kota Surabaya juga berperan besar dalam revolusi Indonesia. Sejak penjajahan Belanda dan Jepang, penduduk Surabaya mempertaruhkan nyawa untuk merebut kemerdekaan. Puncaknya adalah pada tanggal 10 November 1945, penduduk Surabaya mengambil alih hotel Oranye atau yang saat ini disebut Hotel Mojopahit. Oleh karena itu, setiap bulan November tanggal 10, Indonesia merayakannya sebagai hari Pahlawan. Hingga saat ini, sisa-sisa penjajahan masih bisa dilihat dari banyaknya bangunan tua peninggalan penjajah serta simbol ikan Sura dan buaya yang menjadi ciri khas kota Surabaya.