Siapa yang tidak mengenal cerita legenda Malin Kundang. Cerita yang berasal dari Sumatra Barat, Indonesia ini mengandung amanat moral yang sangat berharga bagi kehidupan. Bahwasanya kita tidak diperbolehkan menyakiti hati orang tua kita sekecil apapaun bentuknya apalagi sampai berani durhaka kepadanya. Orang tua, terutama ibu adalah wanita yang paling mulia di hadapan Allah. Ridhonya Allah tergantung kepada ridho orang tua dan ingatlah juga murkanya Allah juga tergantung murkanya orang tua kepada kita.
Kita tidak akan menjadi apa-apa tanpa adanya restu dan doa dari ibu. Jadi ketika kita sudah mencapai kesuksesan makan tetap sayangilah orang tua kita terutama ibu kita bagaimana pun keadaannya dengan penuh kesederhaan. Lalu bagaimana Malin Kundang bisa menjadi anak yang durhaka dan dikutuk menjadi batu ? inilah kisahnya..
Pada zaman dahulu kala, tinggalah sepasang suami istri disebuah desa nelayan. Pekerjaan sang suami tentulah menjadi seorang nelayan, tiap hari sang suami pergi berlayar dan jarang pulang. Mereka dikaruniai satu orang putra yang mereka beri nama Malin Kundang. Mereka berharap Malin dapat menjadi anak yang berbakti.
“Ibu...aku pergi berlayar dulu ya..jangan lupa jaga Malin” pamit sang suami
“Baik..aku akan menjaganya..hati-hati dan lekaslah pulang” jawab ibu
Itulah percakapan terakhir diantara mereka. Sejak saat itu sang suami tidak pernah pulang dan tak tahu kabarnya. Hingga Malin tumbuh dewasa sang ibulah yang menjadi tulang punggung keluarga. Dia bekerja ala kadarnya untuk membesarkan dan membiayai segala keperluan Malin.
Malin sebenarnya anak yang rajin dan penurut tapi seperti anak reemaja lainnya dia juga mempunyai sifat nakal sebagai anak laki-laki. Malin yang tak tega melihat ibunya bekerja sendiri membanting tulang memutuskan untuk pergi merantau.
“Bu...biarlah sekarang Malin yang mencari nafkah ibu sudah tua waktunya istirahat” kata Malin denga mengelus tangan ibunya
“Kamu mau bekerja apa Malin” tanya ibunya
“Biarlah Malin merantau dan berlayar seperti ayah bu” pinta Malin
“Jangan anakku ibu khawatir kamu tak akan kembali seperti ayahmu dulu” jawab ibu
Akhirnya dengan usaha Malin meyakinkan sang ibu, ibupun merelakan Malin untuk merantau. Dia pergi berlayar dengan menumpang kapal saudagar. Dia kapal itu Malin belajar tentang perkapalan dan bagaimana cara berlayar yang baik. Suatu ketika saat tengah-tengah berlayar, kapal yang ditumpangi Malin di rampok oleh bajak laut, tak hanya merampas harta benda saja namun juga mereka menghabisi awak kapal. Beruntung Malin selamat kerana dia berhasil bersembunyi dan tidak diketahui oleh para pembajak itu. Sampai akhirnya kapal yang ditumpangi Malin terdampar disebuah pantai. Hidupnya yang penuh pengorbanan dalam kapal itu membuatnya ingin memperbaiki hidupnya.
Di sebuah desa yang tak jauh dari pantai itu, Malin memanfaatkan kesempatan yang ada dia bekerja keras dan gigih. Hingga suatu hari dia telah menjadi orang yang terkaya di desa itu. bagaimana tidak, Malin memiliki banyak kapal dagang dan 100 anak buah kapal. Tak hanya itu Malin juga sudah memiliki istri yang sangat cantik jelita. Dia mempersunting gadis di desa itu. Sementara sang ibu terus menunggu kepulangan si Malin tiap harinya. Kabar mengenai kesuksesan si Malin sampai juga ke telinga ibunya dan membuatnya bahagia.
“Si Malin kapan pulangnya ya Tuhan...” keluhnya
Sampai pada suatu hari si Malin dan istrinya pergi berlayar dia membawa serta anak buahnya. Malin berlayar ke kampung halamanya. Sang mengetahui hal ini dia menunggu didermaga untuk melihat kepulangan anaknya.
“Aduuuuh itukah kapal anaku, bagus sekali...” kata Ibu
Sang ibu semakin mendekat agar dapat memastikan itu Malin apa bukan. Saat mendekati kapal. Dia menemukan Malin berdiri dengan seorang wanita yang sangat cantik rupanya.
“Maliiiin...benarkah ini kamu, kamu sudah sukses Nak..ibu merindukanmu” kata Ibu sambil mengelus wajah Malin yang bersih itu
“Malin itu ibumu kah ? tanya istri Malin
“Bukaaan !!! dia bukan ibuku !!!” bentak Malin sambil menendang ibunya
“Mana mungkin ibuku jelek dan berpakaian lusuh seperti ini” tambah Malin
Mendapat perlakuan seperti itu sang ibu pun menangis dan pulang. karena perbuatan Malin telah melukai hati sang Ibu dia pun berdoa kepada Tuhan
“Tuhaan...jika benar itu Malin maka Kutuklah dia menjadi batu” pinta sang ibu
Benar saja doa ibu didengar dan dikabulkan oleh Tuhan, saat dalam perjalanan berlayar di pantai Air Manis dia diterpa badai laut yang sangat ganas yang memporakpondakan kapalnya. Seketika itu tubuh Malin menjadi mengeras dan kaku hingga berbentuk seperti batu. Batu itu pun masih ada di pantai Air Manis, Sumatera Barat.